Dalam hal Petral yang
kontroversi Riza mampu mengendalikan Petral selama puluhan tahun. Pria
keturunan Arab ini sejak lama dikenal dekat dengan keluarga Cendana, Bambang
Trihadmodjo. Ia disebut "penguasa abadi’ bisnis minyak di Indonesia.
Karena setelah rezim Cendana berakhir, ia berpindah dan masuk ke rezim Cikeas
lewat Hatta Rajasa.
Dalam rekaman Maroef
Sjamsoeddin yang diperdengarkan pada Sidang Makamah Kehormatan Dewan bahwa M
Riza Chalik bercerita yang mengumpulkan
para elit KMP pasca kalah Pilres untuk balik mendukung Jokowi. Ia minta mereka
tak lagi mengganggu, demi kelancaran bisnis. KMP manut dan tidak lagi
mengganggu Jokowi.
Riza membantu beberapa
anggota keluarga besar SBY untuk memiliki bisnis impor ekspor minyak mentah.
Menurut Aditjondro dalam "Gurita Bisnis Cikeas", jika dulu Riza
membayar premi keluarga Cendana, sekarang dia membayar Cikeas sebesar 50 sen
dollar per barrel. Jadi kalau ekspor
Indonesia 900 ribu barrel per hari, maka yang masuk ke keluarga SBY
diperkirakan mencapai USD 450.000 per hari plus bonus boleh mengekspor minyak
mentah sebesar 150 barrel per hari. Ini yang bikin Dirut Pertamina, Karen
Agustiasan, pernah mengancam meletakkan jabatan karena tidak tahan dengan
tekanan Cikeas.
Berkat Cikeas, Riza
leluasa mengatur Pertamina. Siapapun pejabat Pertamina yang melawan
perintahnya, dipastikan akan terpental. Itu pernah dialami Ari Soemarno. Saat
itu, Ari berencana memindahkan Petral ke Batam. Riza tidak setuju dan
menganggap rencana itu berbahaya. Ari akhirnya dipecat dari Dirut Pertamina. Kesaktian Riza juga pernah
dirasakan Dahlan Iskan. Saat itu Dahlan berniat membubarkan Petral, dipindahkan
ke Indonesia dan mencegah orang-orang yang menjadi boneka Riza, cs menjadi
Direksi Pertamina. Bahkan Dahlan berjanji mengalahkan BUMN Malaysia seperti
Petronas dalam waktu dua tahun. Cita-cita itu kandas di tengah jalan karena ia
takhluk pada Cikeas.
Di Pilpres 2014, Riza
membiayai Obor Rakyat sebagai media partisan oportunitis untuk menaikkan
popularitas Hatta Rajasa dan mendiskreditkan calon presiden Joko Widodo. Ia pun
gelontorkan puluhan miliar rupiah untuk membeli rumah Polonia sebagai markas tim
pemenang pasangan Prabowo-Hatta. Riza mengakuisisi Rumah Polonia melalui
Majelis Dzikir SBY Nurrussalam Haji Harris Tahir.
Di Singapura Riza amat
disegani. Tak seorangpun pengusaha minyak di sana berani menjegalnya. Di sana
dia dijuluki ‘The Gasoline Godfather’, karena ia piawai dalam mengurusi
tender-tender pengadaan minyak. Ia kerap disebut mafia yang mengatur pat
gullipat bisnis minyak impor di Singapura lewat Global Energy Resources--yang
memasok minyak mentah ke Pertamina via Petral.
Sudirman menyampaikan 3
poin dari hasil audit forensik terhadap Petral.
- Terbukti, tercatat dalam berbagai dokumentasi Petral bahwa ada pihak ketiga
yang ikut campur dalam proses pengadaan dan jual beli minyak mentah dan
produksi BBM di Pertamina Energy Service Pte Ltd yang merupakan anak usaha
Petral yang bertugas melakukan pengadaan impor minyak dan Bahan Bakar Minyak
(BBM). Ikut campurnya dari
mulai mengatur tender, memunculkan harga hasil perhitungan sendiri. Pihak
ketiga ini bukanlah pemerintah, bukan manajemen Petral, bukan juga manajemen
Pertamina.
- Sudirman Said mengungkapkan pihak ketiga berhasil mempengaruhi
personal-personal di PES untuk memuluskan mengatur tender dan harga.
- Akibat dari ikut campurnya pihak ketiga, Petral dan Pertamina tidak memperoleh
harga terbaik ketika melakukan pengadan minyak maupun jual beli produk BBM.
Riza mampu masuk ke
jantung kekuasaan Indonesia. Dengan kekuatan uangnya, ia bisa mempengaruhi
segala kebijakan di legislatif, yudikatif dan eksekutif. Ia mudah lakukan itu
karena para elit negeri ini amat gampang disuap rela dan tega menjual negara
demi kepentingan pribadi dan keluarga.
-------------------------------------
The Gasoline Godfather. M. RIZA CHALID, Pengusaha minyak di balik Obor Rakyat, Membongkar mafia migas Riza Chalid dan Gurita Cikeas, Menguak Kehebatan Muhammad Reza Chalid Dalam Kasus Catut Setya Novanto. Skandal Petral, Rekam Jejak M. Riza Chalid.
Labels: Politik